29 Agustus 2008

Bidadari Yang Menawan

Kemana engkau akan membawaku.
wahai bidadari yang menawan,
dan sampai kapankah aku harus mengikutimu,
diatas jalan yang bersemak yang ditanami duri-duri ini?

Sampai kapankah jiwa kita naik dan turun dengan tersiksa,
di atas jalan setapak bercadas dan berliku-liku ini?

Seperti seorang anak kecil mengikuti ibunya,
aku mengikutimu,
memegang ujung pakaianmu,
melupakan mimpi-mimpiku,
dan mengagumi kecantikanmu,
membiarkan mataku terpana oleh arak-arakan bayangan,
yang melayang-layang diatasku,
dan tertarik kepadamu,
oleh kekuatan batinku yang tak bisa kusangkal.

Berhenti sejenak,
dan biarkan aku memandang wajahmu,
tataplah aku sejenak,
mungkin aku akan mengetahui rahasia hatimu,
melalui matamu yang indah.

Berhenti dan beristirahatlah karena aku lelah,
dan jiwaku menggigil ketakutan,
karena jalan setapak yang mengerikan ini.

Berhentilah,
karena kita telah mencapai persimpangan jalan yang mengerikan,
tempat kematian memeluk kehidupan.

Wahai bidadari, dengarkan aku!
Aku bebas seperti burung-burung,
menjelajahi lembah dan hutan-hutan,
dan terbang dilangit yang luas.

Dimalam hari,
aku beristirahat diatas dahan-dahan pepohonan,
awan warna-warni yang dibuat oleh matahari di pagi hari,
dan lenyap sebelum senja tiba.

Aku seperti sebuah fikiran,
yang berjalan sendirian dengan damai,
ke timur dan barat alam semesta,
merayakan keindahan dan kegembiraan hidup,
dan menyelidiki misteri keberadaan yang luar biasa.

Aku seperti sebuah mimpi,
menerobos di bawah sayap-sayap malam yang ramah,
masuk melalui jendela-jendela tertutup,
ke dalam kamar-kamar para gadis,
bersenang-senang dan membangkitkan keinginan mereka...

Kemudian kau menangkap khalayalanku,
dan saat itu juga aku merasa seperti tawanan,
yang menyeret rantai-rantai belenggu,
dan didorong kesuatu tempat yang tidak diketahui..

Aku menjadi mabuk oleh anggur manismu,
yang telah mencuri keinginanku,
dan ternyata kini bibirku sedang mencium tangan,
yang menamparku dengan keras.

Tak sanggupkah kamu memandang dengan mata jiwamu,
Betapa remuk hatiku.

Berhenti sejenak,
sebab aku sedang mengumpulkan tenaga,
dan membebaskan kakiku yang lelah,
dari rantai-rantai yang berat.

Aku sudah meremukkan piala,
tempat aku meminum bisa mu yang lezat...

Tetapi sekarang aku berada di sebuah daerah asing,
dan sedang kebingungan memilih,
jalan kemana yang akan kutempuh...??

Kebebasanku sudah kembali,
apakah sekarang kamu akan menerima aku,
sebagai seorang teman yang penurut,
yang memandang matahari dengan mata telanjang,
dan memegang api dengan jari-jari yang tak bergetar?

Aku telah melepaskan sayap-sayapku dan siap turun,
apakah kamu akan menemaniku untuk menghabiskan sisa hariku,
dengan mengembara digunung-gunung seperti elang kesepian,
dan melewati malam-malam ku dengan keluyuran,
dipadang pasir seperti singa yang gelisah???

Apakah kamu puas akan dengan kasih dari seseorang,
yang memandang cinta tak lain sebagai penghibur,
dan menolak untuk menerima kekasihnya sebagai ratu?

Apakah kamu akan menerima hati yang mencintai,
tetapi tak pernah berbuah?
Dan membakar, tetapi tak pernah mencair?

Apakah kamu merasa senang dengan jiwa yang menggigil,
sebelum angin ribut tiba,
tetapi tak pernah menyerah kepadanya?

Apakah kamu akan menerima sebagai teman,
seseorang yang tak memperbudak,
tapi juga tak pernah menjadi budak?

Apakah kamu mendapatkan aku,
tetapi tak memiliki aku,
dengan menguasai badanku tetapi bukan hatiku?

Inilah tanganku, genggamlah dengan tanganmu yang lembut..
Inilah tubuhku, rengkuhlah dengan pelukan cintamu..
Inilah bibirku, kecuplah dengan ciuman mesra yang memabukkan...
Inilah jiwaku, sentuhlah dengan manisnya kasih sayangmu..

Tidak ada komentar: