29 Agustus 2008

Indahnya Kematian

Biarkan daku terlelap,
karena jiwaku sedang dimabuk cinta,
dan biarkan daku beristirahat,
karena rohku telah kenyang dengan karunia cinta sepanjang hari
Nyalakan lilin dan bakarlah dupa didekat pembaringanku,
taburi tubuhku dengan bunga melati dan mawar,
olesi rambutku dengan setanggi,
percikkan kakiku dengan wewangian,
dan bacalah suratan penguasa maut dikeningku.
Biarkan aku terlelap didekapan kegelapan,
karena mataku telah letih terjaga.
Biarkan harpa berdawai perak,
menggetarkan dan menenangkan sukmaku,
rajutlah tirai untuk hatiku yang gundah,
dari denting-denting harpa dan kecapi.
Senandungkan nyanyian masa lalu,
saat kau saksikan fajar harapan merekah dimataku,
karena makna ajaibnya adalah tilam empuk,
tempat hatiku bersemayam.
Hapuslah air matamu, kekasihku,
tegakkan kepala bagaikan bunga-bunga,
mengangkat mahkotanya untuk menyambut fajar.
Tataplah mempelai kematian yang bagaikan tiang cahaya,
berdiri diantara pembaringanku.
Tahan nafas sejenak,
dan mari dengar bersama desiran kepak sayap putihnya.
Mendekatlah dan ucapkan salam perpisahan,
tatap mataku dengan senyuman tersungging dibibir.
Biarkan anak-anak menggenggam tanganku,
dengan jemari mereka yang lembut dan merah merona.
Biarkan orang-orang tua mengelus kepalaku dan memberkatiku.
Biarkan anak-anak gadis mendekat,
dan menyaksikan bayangan kerinduan di mataku,
dan mendengarkan gema kehendak sang maut berpacu dengan desah nafasku.

Puncak gunung telah kulalui dan jiwaku telah membumbung tinggi,
ke cakrawala kebebasan yang luas dan tiada bertepi.
Wahai kekasih, aku sudah jauh sekali,
dan mendungpun menyembunyikan perbukitan dari penglihatanku.
Lembah-lembah tergenangi lautan kesunyian,
dan ketidaksadaran diri menelan jalan-jalan kebahagiaan.
Ladang dan padang-padang rumput lenyap dibalik bayangan putih,
tampak sebagai awan musim semi,
kekuning-kuningan seperti cahaya lilin,
merah merona seperti senjakala temaram....
Nyanyian gelombang dan himne sungai-sungai membahana,
dan suara gerombolan orang berubah menjadi kesunyian.
Tiada lagi yang kudengar kecuali musik keabadian,
sangat selaras dengan hasrat jiwa.
Aku berbusana putih seperti salju,
kurasakan kelegaan, kurasakan kedamaian...
Lepaskan kafan linen putih dari jasadku,
dan kenakanlah bunga-bunga melati dan bakung sebagai busanaku.
Angkatlah tubuhku dari peti khayalan,
dan biarlah bersemayam diatas bantal bunga keceriaan.
Jangan meratapi diriku,
tapi nyanyikanlah lagu-lagu bocah remaja nan ceria.
Jangan tangisi diriku,
tapi nyanyikanlah lagu musim panen keindahan.
Jangan berduka cita atas diriku,
tapi pandanglah wajahku dengan kebahagiaan.
Mainkan nada-nada cinta dan kegembiraan dengan jari-jari lentikmu.
Jangan usik ketenangan suasana dengan nyanyian dan doa kematian.
Biarkan hati kalian menyanyikan kidung kehidupan abadi bersamaku.
Jangan kenakan pakaian berkabung berwarna hitam,
pakailah busana berwarna-warni dan bergembiralah bersamaku.
Jangan lepas kepergianku dengan keluh kesah hati,
pejamkan matamu, maka akan engkau saksikan kebersamaan kita,
untuk selama-lamanya.
Baringkan tubuhku diatas tumpukan dedaunan,
dan usunglah daku dibahumu yang meringankan dosaku,
dan berjalanlah perlahan menuju hutan kesunyian.
Jangan semayamkan tubuh hinaku di perkuburan yang berjejal,
agar tidur abdiku tidak terganggu oleh gemeretak tulang dan tengkorak.
Bawalah aku ke hutan keabadian dan gali lah kuburku ditaman bunga,
yang sedang bersemi dan saling membayangi keindahan.
Galilah kuburku cukup dalam, agar banjir tidak menyeret tulangku,
ke hamparan lembah tak bertuan.
Buatkan kuburku cukup lapang, agar senja temaram datang menghampiri,
dan bersanding bersamaku.
Tinggalkan segala pakaian duniawi ku,
semayamkan daku dalam-dalam ke rahim ibu pertiwi,
dan baringkan aku dengan penuh mesra,
dalam dekapan bunda.
Selimuti aku dengan bumi yang lembut,
dan biarkan tiap jemput tanah berbaur dengan biji bunga,
dan tatkala bunga-bunga itu bersemi diatas pusaraku,
dan tumbuh subur bersama sisa jasadku,
tanaman bunga itu senantiasa menghembuskan semerbak,
harum jiwaku ke udara.
menyampaikan kepada sang mentari rahasia damai dihati,
melayang bersama angin sepoi-sepoi dan menyegarkan sang musafir.
Lalu, tinggalkan aku kekasihku...,
tinggalkan aku dan berjalanlah pulang dengan tenang,
seperti kesunyian merayap dilembah sepi.
Pasrahkan daku kepada Tuhan dan pulanglah dengan tenang,
seperti bunga-bunga yang terserak oleh hembusan angin kesepian,
di bulan purnama yang terangi pembaringanku.
Kembalikan keceriaan ditempat tinggal hatimu,
maka akan kau temui aku disana,
apa yang dapat direnggut maut darimu dan dariku.
Tinggalkan tempat ini,
karena apa yang telah kau saksikan disini,
mengandung makna yang sangat berbeda dengan dunia fana.
Tinggalkan diriku....

Tidak ada komentar: